“ P E N D A
R “
Wajahmu
ada di cahaya penutup senja
Aku ingat saat
cahaya sore terpantul di matamu. Warna jingganya mengisyaratkan keindahan.
Sinarnya membuai wajahmu yang menimatinya dengan rekahan senyuman. Kau berdiri
di sampingku dan menggengam tanganku dengan keyakinan.
Penuh harap.
Sesekali kau
menoleh ke arahku, sesekali pula kau membuang muka secepatdiriku menyadarinya.
Biasan mentari terlihat di kedua matamu. Berbinar tanpa henti untuk menikmati
tiap alurnya. Rekahan warna jingga memperdalam suasana. Kiata di antara pendar.
Perahu
membelah ombak di hadapan mata. Kita menuju ketengah lautan. Menjauhi mereka
yang hanya diam menikmati senja. Kita ingin merengkuhnya berdua. Panorama
pemikat jiwa. Seolah asa kita titipkan kepada bayangan senja yang terpantul
dari lautan.
Lihatlah,
bahkan samudra juga mengagumi kalian…
Senja dan
orang yang kini di sampingku untuk bersandar di pundakku.
Sketsa ini tak
bisa terlupa. Coba bayangkan apa yang mereka lihat. Kita di tengah bayangan
matahari yang segera tenggelam di lautan. Kita menciptakan siluet untuk mereka
nikmati. Sebuah titik kecil pelengkap senja.
Sesekali
tanganmu merengkuh air laut, tiap kali tanganku merengkuh hatimu.
Mentari telah
lenyap tenggelam kelautan dan digantikan gemintang yang membuat gugusan. Keindahannya
berganti namun keindahanmu tidak.
Kita beranjak
menepi meski berulang kali kau ingin tetap di sini, berulang kali hatiku
berkata di manapun itu asal di sampingmu.
Masih saja
terbayang wajah mu saat melihat senja, matamu terlihat sangat berbinar.
Pantulan cahaya senja masih ada hingga sekarang. Mungkin karena aku suka senja,
mungkin juga karena aku suka kamu, atau aku suka kalian berdua.
Senja
berakhir untuk memberi kesempatan gemintang berpendar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar